Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Mayoritas Parpol dan Masyarakat Inginkan Sistem Proporsional Terbuka, Fraksi PAN Minta MK Mendengar Aspirasi Rakyat




 Mayoritas partai politik masih menginginkan sistem proporsionalitas terbuka. Begitu juga masyarakat, banyak yang mengharapkan agar pemilu 2024 tetap dilaksanakan dengan sistem yang sama dengan tiga kali pemilu sebelumnya.


Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mengatakan, pendapat-pendapat ini adalah aspirasi yang perlu didengar oleh para hakim konstitusi.


"Pemilu itu kan milik masyarakat. Pesertanya adalah juga anggota masyarakat yang tergabung dalam organisasi yang bernama partai politik. Sudah semestinya seluruh penyelenggaraannya sesuai dengan harapan mayoritas masyarakat," kata Saleh kepada fajar.co.id, Selasa (3/1/2023).


Di dalam sistem proporsional terbuka, lanjutnya, partisipasi politik masyarakat dipastikan lebih luas. Mereka bisa terlibat dalam semua tahapan penyelenggaraan pemilu. Termasuk mendukung dan mencalonkan anggota masyarakat yang dinilai layak dan berkualitas. Bahkan yang paling penting, mereka bisa menentukan secara langsung siapa calon anggota legislatif yang terbaik menurut mereka.


"Demokrasi itu intinya adalah partisipasi dan keterbukaan. Semakin tinggi partisipasi publik, semakin bagus kualitasnya. Sebaliknya, demokrasi akan mundur jika keterlibatan publik dipinggirkan. Apalagi, penentuan calon wakil rakyat dilakukan secara tertutup dan terkonsentrasi pada lingkup internal partai politik," urainya. 


Sistem proporsionalitas terbuka mungkin dinilai tidak sempurna. Itu hal yang wajar. Tetapi bukan berarti sistem itu diganti dengan yang lebih tidak sempurna. Justru, ketidaksempurnaannya itu yang perlu dilengkapi dan diperbaiki. 


"Katanya, sistem proporsionalitas terbuka akan membuka peluang money politics. Jika itu benar, bukan berarti sistemnya yang salah. Tetapi, instrumen pengawasan dan penegakan hukum yang perlu ditingkatkan."


"Penyelenggara pemilu kita sudah lengkap. Ada KPU dan Bawaslu. Jejaringnya lengkap sampai ke tingkat TPS. Mestinya, ini bisa diperkuat untuk melakukan pengawasan. Saya yakin itu bisa dilakukan. Apalagi, pengawas pemilu kita tidak sendiri. Selama ini, mereka juga bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan LSM pemantau pemilu". 


Praktik money politics sebetulnya tidak hanya bisa terjadi pada sistem proporsionalitas terbuka. Dalam sistem proporsionalitas tertutup pun hal itu sangat dimungkinkan. Bahkan bisa terjadi di lingkaran partai politik dan di masyarakat.


"Caleg-caleg kan otomatis berburu nomor urut. Pasti ada kontestasi di internal partai. Di titik ini, ada peluang money politics ke oknum elite partai untuk dapat nomor bagus. Money politics ini menurut saya lebih bahaya. Tertutup dan tidak kelihatan. Hanya orang tertentu yang punya akses," jelas Legislator Senayan dari Dapil Sumut II ini.


"Tidak hanya itu, nanti pas pemilu, yang dapat nomor urut bagus tadi juga masih bisa money politics di masyarakat. Walau kampanyenya untuk memilih partai, tetapi tetap saja peluang untuk melakukan pelanggaran selalu ada," tegasnya.


Intinya, kalau semua memiliki kesadaran politik, praktik money politics itu bisa dihindarkan. Itu yang harus terus disosialisasikan di tengah masyarakat. Sebab, berapa banyak pun uang yang dimiliki oleh caleg, jika masyarakat tidak mau, tetap saja tidak akan mampu membayar suara rakyat. Apalagi kesadaran itu didukung oleh perangkat pengawasan yang baik.


"Lagian, pemilu Indonesia itu sudah sering mendapat pujian dari luar negeri. Sudah ribuan kali kita melaksanakan pilpres, pileg, dan pilkada. Semuanya berhasil dengan baik. Adapun pernak-perniknya, bisa diselesaikan melalui jalur hukum," tutup Mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah ini. (sam/fajar)


Sumber Berita / Artikel Asli : fajar

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - GentaPos.com | All Right Reserved