Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Hidup Mewah Pegawai Pajak Cermin Kegagalan Kementerian Keuangan

  




Oleh: Anthony Budiawan/Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)


PAJAK merupakan sumber pendapatan utama pemerintah, diperoleh dengan cara paksa, melalui Undang-Undang.


Di lain pihak, penerimaan pajak akan digunakan untuk kepentingan masyarakat luas, meningkatkan kesejahteraan, mencerdaskan bangsa, menjaga kesehatan publik, dan lainnya. Intinya, pajak merupakan hak masyarakat, pajak digunakan untuk kepentingan masyarakat.


Oleh karena itu, penerimaan pajak harus diawasi secara ketat, tidak boleh ada kebocoran, tidak boleh dikorupsi.


Kebocoran pajak bisa berakibat sangat buruk, apalagi untuk negara seperti Indonesia yang mempunyai angka kemiskinan sangat tinggi, membuat pemerintah sulit memberantas kemiskinan, membuat utang pemerintah membengkak.


Ironinya, sudah banyak kasus korupsi pajak yang melibatkan pejabat pajak. Antara lain kasus korupsi oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan periode 2016-2019, Angin Prayitno Aji.


Pelaku penyuapan adalah PT Gunung Madu Plantations (GMP) untuk tahun pajak 2016; PT Bank PAN Indonesia (Panin) Tbk. tahun pajak 2016, dan PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.


Itu yang ketahuan. Mungkin masih banyak kasus kebocoran pajak yang tidak atau belum ketahuan.


Ya bisa saja. Karena, faktanya, ada pejabat pajak yang hidup mewah, mungkin tidak sesuai dengan pendapatannya sebagai pejabat pajak, sehingga patut diduga dari korupsi pajak. Masih ada 13 ribu lebih pegawai pajak yang belum mengisi laporan hartanya (LHKPN). Ada apa?


Di lain sisi, penerimaan pajak turun terus. Apakah kondisi ini ada hubungannya dengan korupsi dan kebocoran pajak?


Rasio penerimaan pajak terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) hanya sekitar 10 persen, salah satu yang terendah di ASEAN, lebih rendah dari Vietnam, Malaysia, atau Thailand.


Salah satu target kebijakan tax amnesty 2016/2017 akan meningkatkan rasio pajak menjadi 14,6 persen di 2019, nyatanya hanya 9,8 persen. Ada selisih sekitar 5 persen. Jumlah ini hampir mencapai Rp1.000 triliun dengan PDB 2022 yang mencapai hampir Rp20.000 triliun.


Kenapa rasio pajak Indonesia begitu rendah? Apakah karena ada kebocoran pajak, dan yang tertangkap hanya fenomena puncak gunung es, yang artinya, yang tidak terungkap, atau belum terungkap, jauh lebih besar dari yang kelihatan?


Sepertinya, Menteri Keuangan tidak mampu menaikkan rasio pajak yang terus turun. Tax amnesty gagal total, rasio pajak malah turun setelah diberlakukan tax amnesty.


Rasio pajak 2014 masih 11,4 persen, dan rasio pajak 2019 turun menjadi 9,8 persen.


Kenapa? Harap Menteri Keuangan dapat menjelaskannya. Apakah karena korupsi pajak?

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - GentaPos.com | All Right Reserved