Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Soimah Mencak-mencak Diperlakukan Seperti Bajingan oleh Petugas Pajak, Anak Buah Sri Mulyani Buka Suara, Begini Kronologinya...


 Juru Bicara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Yustinus Prastowo buka suara perihal keluh kesah Pesinden Soimah Pancawati yang mengaku diperlakukan tidak menyenangkan ketika kediamannya didatangi debt collector dari petugas pajak. 

Diketahui, Soimah menyampaikan keluh kesahnya bersama Puthut EA dan Butet Kertaradjasa. Dia mengatakan kediamannya pernah didatangi petugas pajak bersama dua debt collector.

Mereka, kata Soimah, datang untuk menagih pajaknya lantaran dituding menghindari petugas pajak. Dia pun merasa sering diperlakukan kurang baik oleh petugas pajak setiap kali datang ke rumahnya.

"Bayar pasti bayar. Tapi perlakukanlah dengan baik. Jadi saya itu merasa diperlakukan seperti bajingan, seperti koruptor," kata Soimah dikutip Populis.id dari channel YouTube Blakasuta, Sabtu, (8/4/2023).

Menanggapi keluhan Soimah, Prastowo pun menjelaskan kronologinya. Pertama, ketika Soimah membeli rumah pada 2015 lalu.

''Mengikuti kesaksiannya di Notaris, patut diduga yang berinteraksi adalah petugas BPN dan Pemda, yang berurusan dengan balik nama dan pajak-pajak terkait BPHTB yang merupakan domain Pemda. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) biasanya hanya memvalidasi,’’ kata Prastowo dalam keterangannya, Sabtu, (8/4/2023).

Anak buah Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani itu menjelaskan, jika ada kegiatan lapangan, hal itu adalah kegiatan rutin untuk memastikan nilai yang dipakai telah sesuai dengan ketentuan, yakni harga pasar yang mencerminkan keadaan sebenarnya. Meski demikian, hal tersebut perlu dikonfirmasi Soimah. 

Kedua, perihal kedatangan petugas pajak yang membawa debt collector masuk rumah melakukan pengukuran pendopo, termasuk pengecekan detail bangunan. Hasilnya, nilai bangunan ditaksir Rp 4,7 miliar, bukan Rp 50 miliar seperti yang dikatakan Soimah.

Dalam laporannya sendiri, Soimah menyatakan pendopo itu nilainya Rp 5 miliar. Penting dicatat, kesimpulan dan rekomendasi petugas pajak tersebut bahkan belum dilakukan tindak lanjut. Artinya PPN terutang 2 persen dari Rp 4,7 miliar itu sama sekali belum ditagihkan.

''Kenapa membawa 'debt collector'? bagian ini saya belum paham betul, berusaha mengunyah,’’ tutur Prastowo. Ia pun menjelaskan, Kantor Pajak menurut UU sudah punya ‘debt collector’, yaitu Juru Sita Pajak Negara (JSPN).

"Mereka bekerja dibekali surat tugas dan menjalankan perintah jelas: ada utang pajak yang tertunggak. Soimah sendiri tidak pernah diperiksa kantor pajak dan tercatat tak ada utang pajak, lalu buat apa didatangi sambil membawa debt collector?,’’ katanya.

Bagi JSPN, tidak sulit menagih tunggakan pajak tanpa harus emosi. Dia bisa menerbitkan Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, memblokir rekening, kemudian melelang aset atau memindahkan saldo rekening ke kas negara.

"Kesaksian semua petugas pajak yang berinteraksi, mereka tak pernah bertemu Soimah. Hanya keluarga atau penjaga rumah. Terakhir dengan konsultan pajak. Patut diduga ini bersumber dari cerita pihak lain, yang merasa gentar dan gemetar," bebernya.

"Lagi-lagi, saya berprasangka baik dan sangat ingin mendudukkan ini dalam bingkai pencarian kebenaran yang semestinya,’’ tambah Prastowo.

Ketiga, mengenai keluhan Soimah saat dihubungi petugas pajak yang seolah dengan cara tidak tidak menyengangkan mengejar untuk segera melaporkan SPT di akhir Maret 2023.

"Saya pun sudah mendengarkan rekaman percakapan Soimah dan juga chat WA dengan petugas pajak. Saya malah kagum dengan kesabaran dan kesantunan pegawai KPP Bantul ini,’’ kata Prastowo.

Meski petugas pajak tersebut punya kewenangan, namun, kata dia, yang bersangkutan justru tidak serampangan menggunakannya. Petugas itu hanya mengingatkan bahkan menawarkan bantuan jika Soimah mengalami kesulitan.

"Ternyata itu dianggap memperlakukan seperti maling, bajingan, atau koruptor. Hingga detik ini pun meski Soimah terlambat menyampaikan SPT, KPP tidak mengirimkan teguran resmi, melainkan persuasi,’’ jelas Prastowo.

Kemudian katanya, Soimah harusi bersyukur penghasilannya cukup tinggi, oleh sebab itu menurut UU Pajak wajib menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung pajak.

"Yang tahu semua ini ya Soimah, berapa uang yang didapat, berapa biaya dikeluarkan. Rumit dan ribet? Iya juga sih. Tapi itulah konsekuensi aturan dan administrasi agar adil," jelasnya.

"UU tak bisa membedakan orang per orang, maka dibuat standar yang dijalankan jutaan orang wajib pajak. Mungkin ada benarnya kata seorang pakar, pajak itu hal tak mengenakkan yang harus ada supaya negara tetap berdiri tegak,’’ tambah Prastowo.

Sumber Berita / Artikel Asli : Populis

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - GentaPos.com | All Right Reserved