Salah satu faktor penurunan elektabilitas pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, karena terlambat mengambil ceruk suara masyarakat yang kontra Jokowi.
Menurut analis politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Dedi Kurnia Syah, Ganjar yang awalnya mengusung tema keberlanjutan namun disalip secara marathon oleh paslon nomor urut 2.
Terlebih, paslon nomor urut 2 mendapatkan dukungan kuat langsung dari keluarga besar Presiden Joko Widodo. Dari sana Ganjar tampak kehilangan arah untuk menentukan posisi politiknya.
Di sisi lain, ketika Ganjar hendak mengambil ceruk suara masyarakat yang kontra terhadap Presiden Jokowi, paslon nomor urut 1 sudah lebih dahulu mengusung tema Perubahan dan mendapatkan respons cukup besar dari sejumlah elemen masyarakat.
"Hendak mengambil ceruk kontra Jokowi sudah terlambat, karena Anies sudah lebih awal di sana," kata Dedi Kurnia Syah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (1/1).
Selain itu, partai politik sedikit kontra dengan PDIP, partai pengusung Ganjar-Mahfud, yang dianggap terlalu jumawa hingga sulit untuk menentukan pilihan politiknya.
"Kejumawaan PDIP dalam lakukan komunikasi elite dengan parpol mitra, sehingga tidak ada partai lain yang tertarik bergabung. PPP sendiri tidak bisa diharapkan karena tidak miliki suara dan kekuatan, justru PPP kini jadi benalu," tutupnya.