Pemerintah telah mencanangkan strategi transformasi ekonomi dengan menetapkan sejumlah arah pembangunan, mulai dari ilmu pengetahuan dan teknologi, inovasi dan produktivitas, ekonomi hijau, transformasi digital, integrasi ekonomi domestik dan global, hingga urban and inclusive economy.
Salah satu strategi kebijakan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif tersebut yakni melalui kerja sama internasional. Sebagai mitra global, Indonesia secara aktif telah berperan dalam menentukan arah ekonomi global melalui keterlibatan dalam sejumlah fora internasional.
Saat ini, Indonesia sendiri juga menjadi negara Asia Tenggara pertama dan ketiga di Asia yang mencapai status Open for Accession Discussion untuk menjadi anggota penuh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
“Melalui kerja sama di berbagai fora internasional, Indonesia juga memberikan arah pada kondisi global yang kondusif terutama untuk pertumbuhan ekonomi. Dengan standar global, seperti di OECD, tentunya kita berharap kita dapat multiplier effect dalam bentuk kepercayaan internasional terhadap iklim investasi di Indonesia,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam keterangannya, Sabtu (9/3).
Keikutsertaan Indonesia sebagai negara anggota OECD dinilai mampu memberikan implikasi yang masif bagi kondisi dalam negeri. Menurut kajian pemerintah, dampaknya mampu meningkatkan PDB Indonesia hingga 0,94 persen, serta meningkatkan investasi negara OECD ke Indonesia hingga 0,37 persen, ditopang oleh tingginya permintaan ekspor dari anggota OECD yang mendorong arus investasi domestik.
Selain berbagai fora internasional tersebut, Indonesia juga turut andil dalam menciptakan stabilitas kawasan, khususnya di Indo-Pasifik. Stabilitas dan keamanan kawasan tersebut memiliki peran yang penting bagi logistik dan ketersediaan komoditas negara di Asia Tenggara dan Pasifik Selatan, untuk itu Indonesia juga telah turut berperan dalam Indo-Pacific Economic Framework (IPEF).
Sejumlah upaya lain dalam mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif yakni mengintensifkan industrialisasi sektor hilirisasi SDA hingga digital, pembangunan industri petrokimia dengan target 30 juta ton untuk olefin dan 5,6 juta ton untuk aromatik pada tahun 2035, penguatan industri otomotif, pengembangan rantai pasok semikonduktor, hingga perbaikan ekosistem logistik untuk menekan biaya logistik hingga 8 persen pada tahun 2045.
“Untuk pertumbuhan yang kuat dan inklusif, maka Indonesia harus terintegrasi pada rantai pasok kawasan dan global. Karena itu, keamanan dan stabilitas menjadi penting agar rantai pasok kita tidak terganggu,” pungkas Airlangga.